MAKALAH
ILMU HADIS
SEJARAH TURUN ALQURAN DAN PENULISANNYA
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Ilmu Hadis
Dosen Pembimbing : DR. ACHYAR ZEIN,M .Ag
Disusun Oleh :
Fakhrur Rozi Muhammad Saleh
ILMU HADIS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUMATERA UTARA
1437 H/ 2016 M
SEJARAH TURUN ALQURAN DAN PENULISANNYA
1. Pengertian Alquran
a. Pengertian Alquran secara etimologi
Secara etimologi Alquran adalah sinonim dari kata qirāa dan qarāa. Kata qarāa berotasi dalam bahasa arab menunjukkan makna penggabungan dan
penyatuan. Jadi, setiap suatu yang kamu gabungkan
atau kumpulkan maka sesungguhnya kamu telah membacanya. Dari pendekatan makna
tersebut, maka yang dimaksud dengan membaca Alquran apabila kamu ucapkan secara
keseluruhan (penggabungan).
b. Pengertian
Alquran secara terminologi
Sesungguhnya
banyak sekali definisi yang diberikan orang tentang Alquran itu. Satu sama lain
agak berlainan, namun pasti ada beberapa unsur persamaannya. Misalnya:
هو كلام
الله المعجز المنزل على خاتم اللأنبياء و المرسلين بواسطة الأمين جبريل عليه
السلام المكتوب في المصاحف المنقول إلينا بالتواتر المتعبد بتلاوته المبدوء بسورة
الفاتحة المختتم بسورة الناس
(Dia) Alquran itu adalah kalamullah (firman
Allah) yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul
terakhir, dengan perantaraan Al- Amin Jibril as. yang tertulis dalam mushaf,
yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, yang dianggap sebagai ibadah
membacanya, yang dimulai dengan surat Al fatihah dan ditutp dengan surat An
Nas.
Ada pula yang mendefinisikan :
القران
هو اللفظ العربي المنزل على سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم المنقول إلينا تواترا
المتعبد بتلاوته المتحدى بأقصر سورة منه المبدوء بسورة الفاتحة المختتم بسورة
الناس
Alquran adalah lafal berbahasa Arab yang
diturunkan kepada pemimpin kita Muhammad saw yang disampaikan kepada kita
secara mutawatir, yang dianggap sebagai ibadah membacanya, yang menentang
setiap orang (untuk menyusun walaupun) dengan (membuat) surat yang terpendek
daripadanya, yang dimulai dengan surat Al-Fathitah dan ditutup dengan surat
An-Nas.
Definisi lain:
القران هو الكلام القائم بذات الله تعالى ومانقل إلينا
بين دفتي المصحف نقلامتواترا
Alquran adalah perkataan yang bersumber dari zat
Allah swt dan sampai kepada kita dalam bentuk mushaf dengan cara mutawatir.
إن القران الذي في المصاحف بأيدي المسلمين شرقا و غربا
فما بين ذلك من أول أم القران إلى أخر المعوذتين كلام الله عزوجل ووحيه أنزله على
قلب نبيه محمد صلى الله عليه وسلم ومن كفر بحرف منه فهو كافر [1]
Alquran
dalam bentuk mushaf yang beredar dikalangan kaum muslimin dari timur dan barat yang
dimulai dari ummulquran ( surat Alfatihah ) hingga surat muawwizatain ( Surat
Alfalaq dan AnNas ) merupakan firman Allah swt dan wahyuNya yang diturunkan
kepada nabi Muhammad saw, dan barang siapa yang mengingkari walau satu huruf
saja maka dihukumkan kafir.
Juga ada
yang mendefinisikan :
القران هو كلام الله تعالى المعجز المنزل على قلب نبينا
محمد صلى الله عليه و سلم المتعبد بتلاوته المكتوب بين دفتي المصحف المتحدى بأقصر
سورة منه المنقول إلينا بالتواتر[2]
Alquran
adalah firman Allah swt yang diturunkan kepada
nabi Muhammad saw, dihitung ibadah ketika membacanya, ditulis didalam mushaf, yang
menentang setiap orang (untuk menyusun walaupun) dengan (membuat) surat terpendek
daripadanya, dan sampai kepada kita dengan mutawatir.
Dari keanekaragaman definisi diatas, ada
beberapa poin penting yang perlu kita pahami, diantaranya:
Yang pertama:
bahwa Alquran itu adalah firman Allah bukan perkataan Jibril, bukan Muhammad dan bukan perkataan
Manusia.
Yang kedua:
bahwa Alquran itu diturunkan kepada nabi Muhammad saw, maka tidak termasuk
kitab taurat, karena taurat diturunkan kepada nabi Musa, bukan zabur, karena
zabur diturunkan kepada nabi Daud dan bukan juga Injil keran injil diturunkan
kepada nabi Isa dan bukan juga suhuf-suhuf samawiyah lainnya.
Yang ketiga:
dihitung ibadah ketika membacanya walaupun tidak memahami kandungannya. Maka
tidak termasuk hadis qudsi , walaupun hadis qudsi kandungan maknanya dari Allah
akan tetapi tidak dihitung ibadah ketika membacanya karena lafadznya dari nabi
Muhammad saw.
Yang keempat:
walau ayat terpendek sekalipun tetap manusia tidak bisa membuat seumpamanya
apalagi menandinginya. Ini dikarenakan bahwa alqur’an itu adalah mukjizat dan
mukjizat inilah menjadi bukti kerasulan nabi Muhammad saw.
Yang kelima
: Alquran itu sampai kepada kita dengan cara
mutawatir. Mutawatir adalah: kabar berita dibawa oleh sejumlah besar dari
kumpulan orang, yang mustahil secara akal mereka sepakat melakukan
kebohongan, dimulai dari awal sanad sampai akhir. Apalagi mereka itu adalah
para sahabat, tabiin dan tabitabiin, keimanan dan keikhlasan mereka dalam agama
ini tidak ada tandingannya, diperkuat lagi bahwa mereka adalah ummat pilihan
yang dekat dan semasa dengan baginda Rasulullah saw. Sebagaimana disabdakan oleh baginda:
sebaik-baik kaum adalah mereka yang semasa denganKu (sahabat) kemudian generasi setelah
mereka dan generasi setelahnya.
b. Gradualitas Alquran
Bukti gradualitas Alquran telah diindikasikan
pada surat dalam Alquran, yaitu:
1. Al-isra’ ayat 106:
وقرانا فرقناه لتقرأه على الناس على مكث ونزلناه تنزيلا
Artinya: Dan Alquran itu telah kami turunkan
dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia
dan kami menurunkannya bagian demi bagian.
2. Al-Furqan ayat 32-33:
وقال الذين كفروا لولانزل عليه القران جملة واحدة كذالك
لنثبت به فؤادك ورتناه ترتيلا ولايأتونك بمثل إلا جئناك بالحق و أحسن تفسيرا
Artinya: Berkatalah orang-orang yang kafir:
“Mengapa Alquran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”:
demikianlah[3] supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami
membacakannya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu
datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu
suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
Rahasia gradualitas Alquran dan implikasinya terhadap tugas kerasulan
a. Mengokohkan dan memantapkan hati nabi Muhammad saw, yang demikian itu
ditinjau dari lima sisi:
1. Pembaharuan wahyu dan berulang-ulang turunnya malaikat
menemui Rasulullah saw merupakan urgensi kebahagiaan yang mencerahkan hati dan dada nabi
Muhammad saw. Kebahagiaan itu senantiasa beliau rasakan karena bantuan ilahi.
Bahwa Allah senantiasa menjagaNya, hal ini bisa beliau rasakan pada tiap-tiap
kesempatan dari turunnya wahyu secara berangsur-angsur.
2. Gradualitas Alquran berfungsi
untuk memudahkan menghafal dan memahami isi kandungannya, mengetahui hukum-hukumnya
dan rahasia-rahasia yang tersimpan didalamnya. Sehingga Rasulullah saw menjadi
lebih kokoh dengan kemampuan yang luar biasa dalam memahami isi kandungannya
secara terperinci.
Sesungguhnya nabi Muhammad saw adalah seorang yang ummi ( tidak tahu
baca tulis), dengan turunnya Alquran secara berangsur-angsur itu merupakan
suatu kemudahan bagi beliau untuk menghafalkannya, berbeda dengan para nabi
terdahulu, maka sesungguhnya mereka itu pandai baca tulis dan memungkinkan bagi
mereka untuk menghafalkan semua yang diturukan Allah baik berupa syariat maupun
misi kerasulan.
Nabi Musa as. adalah seorang penulis, sebagaimana disebutkan dalam kitab
taurat yang berbunyi:
وقال الرب لموسى اكتب لنفسك هذه الكلمات لأني بحسب هذه
الكلمات قطعت عهدا معك ... فكتب على اللوحين كلمات العهد الكلمات العشر[4]
Dan Tuhan telah berkata kepada Musa, tulislah
untuk dirimu kalimat-kalimat ini, karena sesungguhnya aku dengan
kalimat-kalimat ini aku telah memutuskan perjanjian kepadamu… maka nabi Musa
as. menuliskannya didua helai papan yaitu kalimat perjanjian sepuluh.
Dikatakan bahwa makna لنثبت به فؤادك bahwa maksudnya
adalah supaya kamu bisa menghafalnya, sesungguhnya Rasulullah saw adalah orang
yang tidak bisa baca tulis, maka diturunkanlah ayat demi ayat untuk supaya
mantap hafalannya, ini berbeda sekali dengan nabi-nabi terdahulu, mereka bisa
tulis baca maka memungkinkan untuk bisa hafal semua yang diturunkan.[5]
3. Pada tiap turunnya wahyu secara berangsur-angsur merupakan
mukjizat baru, sehingga mereka yang ingin menentang keindahan bahasa Alquran
sering terbantahkan. Maka semakin jelas bahwa
kapasitas kemampuan mereka itu terbatas, bumi jadi sempit bagi mereka setelah berbangga-bangga
dengan keangkuhan. Dan tidak diragukan lagi bahwa gradualitas Alquran
seringkali lebih memantapkan keyakinan dan mengokohkan pribadi Rasulullah saw
dan para sahabatNya, serta melemahkan semua musuh-musuhnya.
4. Ketika kebenaran terus diatas dan
kesesatan musuh menjadi lemah, hal ini telah konkret pada tiap kali wahyu
diturunkan. Pristiwa yang demikian, juga merupakan suatu yang sangat vital
untuk mendorong jiwa yang lebih berani, membentuk pribadi yang kokoh dan memantapkan
nurani. Dan perbedaan antara poin ini dengan poin sebelumnya adalah dari segi
bukti hasil. Dari satu sisi mukjizat sebagai bukti bagi kerasulan Rasulullah
saw sekaligus memperkokoh jiwaNya, dengan tidak memandang pengaruh dari
mukjizat tersebut terhadap musuh-musuhNya. Kemudian dari sisi lain, bahwa
mukjizat itu telah memunculkan prestasinya yang luar biasa, dan ini juga satu
bentuk kebahagian yang mendapat nilai tambah dihati Rasulullah saw. Seumpama
senjata yang dimiliki seseorang. Keberadaan senjata itu menjadikan seseorang
merasa aman dari bahaya musuh walaupun senjata itu tidak digunakannya untuk
menaklukkan musuh, kemudian ketika ia mampu menaklukkan musuhnya dengan senjata
tersebut menjadikan ia mendapat hasil ganda, yang pertama karena memiliki senjata
dan yang kedua karena mampu manaklukkan musuhnya dengan senjata tersebut.
5. Allah menjaga Rasulullah saw
ketika bersengatan ancaman dari musuh-musuh islam, dan tidak diragukan lagi
bahwa ancaman yang datang terus terjadi dari waktu kewaktu. Maka dari itu
diperlukan hal perlipur lara untuk mengimbangi segala cobaan yang ada. Ketika
Ia disakiti oleh musuhnya, maka Allah langsung menghiburnya. Terkadang
penghiburan itu datang dalam bentuk cerita-cerita para nabi dan rasul
terdahulu, yang mana verita itu sangat panjang disebutkan dalam Alquran,
sebagaimana firman Allah swt dalam surat Hud ayat 120:
وكلا
نقص عليك من أنباء الرسل مانثبت به فؤادك
Artinya:
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah
kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.
Dan terkadang penghiburan itu datang dalam bentuk janji Allah akan
kemenangan dan pemeliharaan, sebagaimana disebukan dalam surat At-Thur ayat 48:
واصبر
لحكم ربك فإنك بأعيننا
Artinya:
Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu
ketetapan tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan kami.
Juga Allah berfirman dalam surat
Al-Maidah ayat 67:
و الله يعصمك من الناس
Artinya:
Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan)
manusia.
b. Gradualitas Alquran berfungsi untuk
pendidikan ummat dari segi pengetahuan dan pengamalan, yang berada pada ruang
lingkup ini ada lima perkara:
1. Memudahkan bangsa arab untuk menghafal
Alquran. Sebagaimana diketahui bahwa bangsa arab ketika itu adalah ummat yang
tidak tahu baca tulis (ummi). Dan alat-alat tulis juga sulit untuk didapatkan.
Mereka adalah bangsa yang sibuk mencari kehidupan. Dan untuk pembelaan terhadap
agama baru yang dianutnya harus berani angkat senjata bertaruhkan darah. Maka
jika Allah swt menurunkan Alquran itu sekaligus maka pasti mereka tidak akan
mampu untuk menghafalnya. Maka berangkat darisini dengan hikmah Allah swt
turunkan Alquran dengan cara berangsur-angsur agar mudah dihafal oleh bangsa
arab ketika itu.
2. Untuk memudahkan dalam memahami isi kandunganNya
3. mempersiapkan diri untuk mengkosongkan jiwa
dari aliran aqidah yang sesat, ibadah mereka yang rusak dan kebiasaan meraka
yang hina. Dengan turunnya Alquran secara berangsur-angsur menjadikan mereka
rela menanggalkan simbol-simbol aqidah nenek moyang mereka.
4. Membimbing jiwa untuk berhias dengan akidah yang
lurus secara sempurna, ibadah yang benar dan budi pekerti yang mulia. Semua itu
dampak dari turnnya wahyu secara berangsur-angsur. Sebagaimana pengharaman
khamar yang mendarah daging melalui proses sedikit demi sedikit, sehingga
mereka mampu meninggalkannya secara total.
5. Memantapkan hati orang mukmin, membekali mereka dengan
kekuatan sabar dan yakin. Semua itu diperoleh dari kisah-kisah yang telah
diceritakan oleh Alquran dari masakemasa, seperti kisah-kisah para nabi dan
rasul dengan pengikut mereka dan sikap mereka terhadap musuh islam. Dan janji
Allah terhadap hamba-hambanya yang saleh berupa kemenangan, pahala, bantuan dan
konsolidasi (pengokohan), hal ini banyak disebutkan didalam Alquran, seperti
surat An-Nur ayat 55:
وعد الله الذين أمنوا منكم و عملوا الصالحات ليستخلفنهم
فى الأرض كما استخلف الذين من قبلهم و ليمكنن لهم دينهم الذي ارتضى لهم و ليبدلنهم
من بعد خوفهم أمنا يعبدونني لايشركون بي شيئا و من كفر بعد ذلك فأولئك هم الفاسقون
Artinya:
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang
diantara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa dibumi sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah
(keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa, Mereka
(tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutikan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi
barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang
yang fasik.
c. Pembaharuan dan
berangsur-angsurnya Alquran diturunkan sejalan dengan kejadian yang datangnya
secara tiba-tiba. Maka ketika ditemu hal baru, maka turunlah ayat yang sesuai
dengan hal itu. Pembahasan ini diperinci pada empat poin penting, yaitu:
1. untuk
menjawab pertanyaan yang datangnya secara tiba-tiba
2. Penjelasan
terhadap peristiwa atau kejadian yang baru
3. Koreksi
terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan orang mungkin dan mengarahkan
kepada sisi yang lebih positif. Sudah tidak diragukan lagi bahwa kesalahan-
kesalahan itu pasti ada dari waktu kewaktu.
4.
Menyingkap keadaan musuh Allah dikalangan orang-orang munafik dan
memberitahukan rahasia-rahasia mereka kepada nabi Muhammad saw dan kaum
muslimin. Sehingga aman dari bahaya, atau mungkin orang munafik itu sendiri
kembali bertaubat.
c. Penulisan
Alquran pada masa nabi dan Abu Bakar
a. Priode
pertama penulisan Alquran pada zaman Rasulullah saw
Tatkala
baginda Rasulullah saw mendapat wahyu berupa potongan ayat atau beberapa ayat,
maka Jibril as. menunjukkan susunan letaknya secara sempurna sesuai dengan yang
ada di lahul mahfuz. Kemudian Rasulullah saw menyampaikan kepada pencatat wahyu
sesuai dengan apa yang disampakan Jibril kepadaNya, dari sini dapat kita ambil
satu pelajaran bahwa susunan ayat dan surat dalam Alquran adalah tauqifi, oleh
karena itu makruh hukumnya bagi orang yang membaca Alquran terbalik dari ujung
kepangkal, kecuali bagi anak-anak yang beru mulai belajar atau menghafal
Alqur’an.[6]
Jika ada
yang mengatakan, bahwa nabi Muhammad adalah “ummi” tidak tahu baca dan tulis,
bagaimana ia mampu melindungi keaslian al-qur’an dari segi tulisannya karena
yang menulis secara langsung adalah para sahabat ketika itu bisa saja
sahabat-sahabat itu menukar dan
membolak-balik tulisan itu, dan nabi pasti tidak tahu karena dia tidak tahu membaca
?
Jawab :
memang Rasulullah ditakdirkan Allah tidak pandai membaca dan menulis. Akan
tetapi bukankah Jibril juga ikut menyaksikan hadir ketika itu dan ikut
mengawasi ? bukankah Rasulullah diutus sebagai penyambung lidah langsung dari
Allah SWT ? seandainya benar para sahabat yang ditugaskan menulis wahyu itu
telah menukar dan menyelewengkan tulisan nash al-qur’an baik sengaja atau tidak
, akankah Allah membiarkan hal itu terjadi ? akankah Jibril yang hadir ketika
itu juga ikut tidak peduli ? walaupun dari sifat kemanusiaan baginda Rasulullah
saw itu “ummi” tidak pandai baca tulis, akan tetapi Dia “ tidak ummi” dari segi
ilmu yang diajarkan langsung oleh sang maha pencipta yaitu Allah. Allah berfirman:
. و علمك مالم تكن تعلم و كان فضل
الله عليك عظيما
قال زيد بن ثابت رضي الله عنه : كنت أكتب الوحي عند رسول
الله صلى الله عليه وسلم وهو يملي علي فإذا فرغت قال اقرأ فأقرأه فإن كان فيه سقط
أقامه ثم أخرج به إلى الناس ( رواه الطبراني بسند رجاله الموثقون
Artinya:
Berkata Zaid
ibni Tsabit ra. dahulu aku sebagai penulis wahyu pada masa Rasulullah saw dan
Ia mendektekannya kepadaku dan apabila aku telah selesai dari menulis, ia
berkata: bacalah olehmu, maka akupun membaca apa yang aku tulis, jika ada padanya
kesalahan maka Rasulullah memberitahu agar di luruskan sebelum diumumkan kepada
manusia.
Beginilah
bentuk penulisan al-qur’an pada priode pertama, yaitu masa Rasulullah SAW.
b. Priode
kedua pada zaman kekhalifahan Abu bakar as-siddiq
Setelah
Rasulullah saw wafat, maka yang menggantikan tampuk kepemimpinan adalah Abu
Bakar as-siddiq ra. dialah yang diangkat pada masa itu sebagai khalifah. Setelah
berita wafatnya Rasulullah saw menyebar keseluruh pelosok tanah arab, maka
orang-orang yang lemah imannya kembali kepada agama nenek moyang mereka, maka
banyaklah orang-orang yang murtad. Oleh Abu Bakar as-siddiq mereka-mereka yang
murtad wajib diperangi demi menegakkan dan meninggikan kalimat Allah.
Peperangan itu disebut dengan “ perang yamamah”. Peperangan itu banyak menelan
korban dari pihak muslim sendiri, sayangnya yang tewas pada peperangan itu
kebanyakan mereka-mereka yang hafal al-qur’an. Maka timbullah kecemasan yang
sangat dahsyat dari pihak muslim sendiri, terutama Umar bin Khattab ra. Karena
dengan tewasnya para penghafal al-qur’an mengakibatkan hilangnya al-qur’an itu
sendiri. Karena al-qur’an pada masa itu tertancap kokoh diingatan para sahabat.
Berangkat
dari kejadian ini, maka timbullah ide yang sangat cemerlang dari Umar bin
Khattab ra. Agar al-qur’an ini dibukukan dalam satu mushaf seperti satu buku.
Gagasan ini di utarakan kepada khalifah Abu Bakar as-siddiq ra, akan tetapi
khalifah menolak usulan Umar tersebut walaupun ide tersebut sangat bagus,
dengan alasan hal itu tidak pernah dilakukan atau diperintahkan oleh Rasulullah
SAW. Penolakan Abu Bakar itu adalah wajar karena ia bertaqwa kepada Allah dan
menjunjung tinggi titah Rasulullah SAW. bukankah sesutau yang tidak pernah
dibuat rasulullah SAW itu bid’ah dan bid’ah itu adalah sesat dan sesat itu
tempatnya adalah neraka? Akan tetapi Umar bin khattab tidak putus asa, ia tetap
membujuk Abu Bakar dan mengatakan, walaupun ini tidak pernah dibuat rasulullah
SAW akan tetapi ide ini sangat bagus demi menjaga kemurnian dan keaslian
al-qur’an itu sendiri. karena ia sangat takut islam akan hilang dengan
hilangnya al-qur’an, al-qur’an hilang degan hilangnya para hafidz ( penghafal )
al-qur’an. Dengan alasan ini, maka terbukalah hati khalifah abu Bakar as-siddiq
untuk membukukan al-qur’an. Walau bentuknya bid’ah, tapi inilah yang dikatakan
bid’ah hasanah , yaitu: segala bentuk perkara yang baru dan tidak pernah
dilakukan oleh rasulullah SAW akan tetapi dia selaras dengan ruh islam itu
sendiri dan insha Allah berpahala bagi yang melakukannya, seperti perayaan
maulid nabi, isra’ wal-mi’raj dan perayaan hari-hari besar islam lainnya.
Maka yang
ditunjuk untuk memimpin proses pembukuan ini adalah sahabat yang bernama Zaid
bin Tsabit. Karena ia yang paling unggul dan dipercayakan sebagai pencatat
wahyu pada masa Rasulullah SAW. Sebelumnya Zaid bin Tsabit juga menolak tawaran
ini degan alasan yang sama seperti Abu Bakar, Zaid mengatakan “ Demi Allah,
seandainya aku disuruh untuk memindahkan gunung, itu jauh lebih aku sukai dari
pada mengumpulkan al-qur’an dalam satu mushaf, bagaimana aku bisa melakukan
suatu pekerjaan yang tidak pernah dilakukan rasulullah SAW ?”. Dan pada
akhirnya, ia juga menerima tawaran itu dengan alasan yang sama seperti Abu
Bakar. Karena memandang dampak positif untuk perkembangan islam terlebih lagi
demi menjaga kemurnian nash al-qur’an itu sendiri.
Kemudian
Zaid bin Tsabit mengumumkan perkara mulia ini kepada khlayak ramai, bahwa
perintah ini adalah dari khalifah Abu Bakar as-siddiq ra. Kemudian zaid
memerintahkan agar siapa-siapa yang ditangannya tersimpan tulisan atau catatan
potongan ayat-ayat al-qur’an yang ditulis dihadapan rasulullah SAW, baik itu
dipelapah kurma, tulang onta, atau batu tipis, agar segera mengumpulkannya,
dengan syarat ia membawa dua orang saksi yang telah hadir pada waktu penulisan
wahyu itu dihadapan baginda Rasulullah Muhammad SAW. beginilah metode yang
digunakan Zaid bin Tsabit, sangat teliti penuh dengan kehati-hatian disamping
dia juga hafal al-qur’an dan ahli dalam bidang ilmu al-qur’an.
Dengan
metode ini, al-qur’an pun bisa dirampungkan dalam satu mushaf, kecuali dua ayat
yang ada ditangan sahabat yang bernama “ khuzaimah bin Tsabit” tidak ada
bersamanya saksi. Akan tetapi Zaid bin Tsabit tetap menerima dua ayat ini walau
tanpa saksi yang menguatkan bahwa dua ayat ini benar-benar telah ditulis
dihadapan Rasulullah saw. Zaid menerima karena berdasarkan hadits Rasulullah
saw:
" من
شهد له خزيمة أو عليه فحسبه "[7]
Artinya: “ barang
siapa yang menjadikan khuzaimah sebagai saksi maka itu sudah memadai”. Dua ayat
tersebut adalah :
لقد جاء كم رسول من أنفسكم ..... ( التوبة :
127 )
من المؤمنين رجال صدقوا.......( الأحزاب : 23
)
Dengan susah
payah, setelah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan, semua kemampuan
dikerahkan, kesungguhan, kesabaran, kejelian, ketelitian, melalui pengulangan
berkali-kali dan proses pemeriksaan yang super ketat, sehingga diyakini seratus
persen tidak ada kesalahan walau satu titik, akhirnya al-qur’an pun bisa
dikumpulkan dalam satu mushaf. Dan mushaf inilah yang kemudian dijadikan
pedoman bagi ummat islam ketika itu. Kemudian di pegang oleh Khalifah Abu Bakar
as-siddiq sampai ia wafat. Kemudian dipindahkan ketangan Umar bin Khattab ra,
dan bersamanya sampai habis masa kekhalifahannya. Setelah Umar wafat mushaf
tadi dipindahkan ke rumah anak perempuannya yang bernama “ Sayyidah Hafsah
Ummul mukminin” beliau adalah istri
baginda Rasulullah SAW.
Daftar Pustaka
v
Departemen agama RI, (1998), Alquran dan
Terjemahnya (Ayat Pojok Bergaris). Semarang, Asy-Syifa’
v
Rector Prof.dr.h.Maimanah umar,
[2]
Lisanul Arab Ibnu Manzur 1/ 129
[3] Maksudnya: Alquran itu tidak diturunkan sekaligus,
tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati nabi
Muhammad SAW. menjadi kuat dan tetap.
[4]
Taurat: safar khuruj, ishah
34/ 27/ 28.
[5]
As-suyuthi: mu’tarik Al-aqran jilid 2/ 206.
[6]
Alquran kitabullah Alkhalid, husen fuad thalabah, hal 24
Komentar
Posting Komentar